Oleh:
Wenty Februari
A.
DEFINISI
a.
Definisi Budak
Secara Bahasa
budak berarti abdi atau hamba[1],
dalam Bahasa arab disebut ar-Riqq, yang berarti perhambaan dan
perbudakan, disebut juga ar-Raqiq yang artinya budak yang dimiliki[2]
Secara
isthilah manusia yang lemah yang dimiliki oleh seorang tuan, yang berdiri dan taat dalam perintahnya, baik laki-laki
ataupun perempuan[3]
b.
Definisi Jasa
Secara Bahasa
jasa berarti perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain.[4]
Adapun secara
istilah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak
ke pihak yang lain, yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan oleh orang
lain.[5]
B.
DALIL YANG
BERKAITAN TENTANG MAHAR DENGAN PERBUDAKAN DAN JASA
1.
Dalil yang
terkait tentang mahar dengan perbudakan, yaitu sebagaimana hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam, dari Anas bin Malik r.a :
أَنَّ النَبِيَّ
صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّم أَعْتَقَ صَفِيةَ وَجَعَلَ عِتْقَهَا صَدَقَهَا
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam memerdekakan Shafiyah dan
beliau
Dari hadits ini menjelaskan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memiliki budak perempuan yang
bernama Shofiyah, dan menjadikan kemerdekaan baginya sebagai maharnya dan ia
menjadi istri lelaki yang memerdekakannya[8]
2.
Adapun dalil
yang berkaitan dengan mahar berupa jasa, yaitu sebagaimana ayat yang
menceritakan tentang Nabi Syu’aib a.s yang menawarkan salah satu antara
kedua anak putrinya kepada Nabi Musa a.s untuk menikahi salah satu dari
keduanya, dengan mahar bekerja selama delapan tahun. Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ
أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ,
فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ, وَمَا أُرِيْدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ,
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّالحِيِنَ
“Dia
(Syu’aib) berkata, sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan
salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau
bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun,
maka itu (suatu kebaikan)darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau.
Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik” (QS. al-
Qashash: 27)
Dari ayat ini
menunjukkan tentang pernikahan dengan menjadikan jasa (pekerjaan) sebagai
maharnya, dan hal ini merupakan adanya hukum Syar’u man qoblana, yang
mana belum terdapat dalil lain yang menghapus hukum dari ayat tersebut.[9]
C. HUKUM MAHAR DENGAN PERBUDAKAN
Berangkat dari
hadits yang telah disebutkan di atas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam menjadikan kemerdekaan Shofiyah sebagai mahar, menurut pendapat, Ahmad
dan Abu Ishaq, dibolehkannya menjadikan status pemerdekaan budak sebagai mahar,[10]
berdasarkan hadits Nabi yang telah disebutkan tadi, bahwa jika seorang budak
dimerdekakan oleh tuannya, dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar, maka
sah akadnya, kemerdekaannya, dan maharnya juga, jika dilihat dari dzohir hadits.[11]
Adapun menurut fuqaha’ selain
Abu Ishaq dan Ahmad, bahwa pemerdekaan budak tidak bisa dijadikan mahar,
dikarenakan hadits Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wasallam tersebut masih
mengandung kemungkinan bahwa inti pokoknya menjadi kekhususan bagi Rasulullah Shallallhu
‘alaihi wasallam, yang tidak berlaku umum. Karena dalam masalah pernikahan banyak ketentuan yang hanya berlaku bagi
beliau saja[12].
Imam
as-Syafi’i juga berkata dalam kitabnya “al-Umm” bahwa pernikahan tanpa
adanya mahar itu merupakan kekhususan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam bukan selainnya.[13]
Dalam hal ini
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa sebab adanya perbedaan pendapat dalam hal ini,
yaitu dari segi pertentangannya dengan aturan pokok, yaitu bahwa pemberian
kemerdekaan itu menghapus hak kepemilikan seorang majikan terhadap budaknya,
sedangkan penghapusan tersebut tidak menjadikan seorang majikan memuat wewenang
untuk mengadakan akad lain kepada budak tersebut, sebab apabila seseorang telah
dimerdekakan, maka otomatis ia menjadi milik dirinya, dan tidak ada hak bagi
seorang majikan untuk memberi perintah kepadanya. Namun sebab ini bukan berarti
dikatakan bertentangan dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alai wasallam.[14]
Dijelaskan dalam syarh hadtis Bukhari-Muslim “Fathul
Bari” bahwa maksud dari hadits (أَعْتَقَ
صَفِيةَ وَجَعَلَ عِتْقَهَا صَدَقَهَا ) yaitu, memungkinkan Nabi
hendak memerdekakannya, dengan syarat menikahinya tanpa adanya mahar, dengan itu
Shofyah pun menerima perjanjian itu, dan ini merupakan kekhususan untuk Nabi Shallallahu
‘alahi wasallam bukan selainnya. Ibnu Sholah berkata : maknanya bahwa
pemerdekaan budak itu bisa menempati sebagai kedudukan mahar, tetapi tidak bisa
dijadikan mahar, dan sebagian ahlul ilmi memakruhkannya, sehingga diharuskan
memberikan mahar lagi yang lain selain mahar dengan pemerdekaan menurut as-Syafi’i,
Ahmad, dan Ishaq, dan ini merupakan pendapat yang lebih Rajih.[15]
Sebagaimana hadits yang telah
diriwayatkan oleh Abu Musa tentang keutamaan memerdekakan budak kemudian
menikahinya, yaitu
مَنْ كَانَتْ لَهُ
جَارِيَةٌ فَعَالَهَا فَأَحْسَنَ إِلَيْهَا, ثُمَّ أَعْتَقَهَا, وَتَزَوَّجَهَا, كَانَ
لَهُ أَجْرَانِ
“Barang siapa yang memiliki hamba sahaya perempuan, lalu ia
menafkahinya dengan baik kemudian memerdekakannya dan menikahinya, maka baginya
dua pahala" (HR.Bukhari)[16]
Maksudnya
yaitu memerdekakannya kemudian menikahinya dengan memberikannya mahar baru,
selain mahar kemerdekannya itu, seperti yang dikatakan dalam riwayat lain dari Abu
Burdah, dari bapaknya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaih wasallam bersabda:
(أَعتقها ثم
أصدقها)
D.
HUKUM MAHAR DENGAN JASA
Fuqaha’ berbeda pendapat mengenai hukum mahar dengan jasa, ada yang
memakruhkan, melarang, dan juga membolehkannya.
a.
Pendapat yang memakruhkan:
Dalam madzhab Maliki terdapat tiga pendapat:
1.
Boleh, yaitu pendapat asbagh dan
sahnun
2.
dilarang
3.
makruh, ini
merupakan pendapat yang masyhur dikalangan madzhab malikiyah[18]
Sebab, menurut
sebagian madzhab malikiyah yang dimaksud dengan mahar adalah sesuatu yang dapat
dihargakan, baik berupa barang, hewan, atau bangunan, yang suci dan tidak
bernajis, yang bisa dimanfaatkan dan yang bisa diserahkan kepada perempuan
dalam jumlah yang diketahui[19]
b.
Pendapat yang
melarang:
Yaitu pendapat
madzhab Hanafiyah, karena menurut beliau mahar adalah setiap harta yang
memiliki harga yang diketahui oleh orang lain dan yang dapat diserahkan kepada
perempuan[20]
c.
Pendapat yang
membolehkan:
yaitu pendapat
Syafi’iyah dan Hanabilah, diperbolehkannya memberikan mahar yang bermanfaat,
serta yang berupa pekerjaan. Seperti mengembala dombanya dalam tempo yang
diketahui[21],
menjahitkan bajunya, melayaninya dalam waktu yang diketahui, mengajarkan
al-qur’an, atau mengajarkan menulis, atau suatu keterampilan tertentu, serta
berbagai manfaat lainnya yang dibolehkan[22].
Berdasarkan dalil al-qur’an yang telah disebutkan di atas (عَلَى
أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ)
Dalam ayat
tersebut terkandung hukum syar’u man qoblana, yang menunjukkan diperbolehkannya
melaksanakan syari’at tersebut, dan berlaku juga bagi umat setelahnya, selagi
tidak ada dalil lain yang menghapus tentang itu.[23]
E.
PENUTUP
Dari pemaparan
yang telah ditulis, tentang hukum mahar dengan perbudakan dan jasa, kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
Menurut
fuqaha’ selain Ishaq dan Ahmad berpendapat, bahwa mahar status pemerdekaan
budak itu tidak bisa dijadikan mahar. Meskipun Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam pernah melakukan itu terhadap Shafiyah, karena perbuatan
itu merupakan kekhususan hanya untuk Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
saja. Namun apabila ingin menikahi budak dan memerdekakannya, hal ini
diperbolehkan dengan syarat memberikan mahar baru baginya, selain mahar
pemerdekaan tersebut.
Adapun tentang
hukum mahar dengan jasa, hal ini diperbolehkan menurut pendapat Syafi’iyah,
Hanabilah, dan ini merupakan pendapat yang masyhur dikalangan ulama, karena
berdasarkan dalil ayat tentang Nabi Musa yang telah dipaparkan di atas, yang di
dalamnya mengandung hukum Syar’u man qoblana. Dengan hukum itu, maka
diperbolehkan bagi umat setelahnya untuk mengikutinya, selagi tidak ada dalil
lain yang menghapusnya. Wallahu A’lam Bis Showab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'anul Karim.
Asqalani, al-, Imam al-Hafidz Ahmad
bin Ali bin Hajar, Fathul Bari Bisyarhil Shahih al-Bukhari, (Kairo,
Darul Hadits, 1424 H/ 2003 M), jild. 9
Bassam, Abdullah
bin Abdurrahman bin Shaleh Alu, Taisirul ‘Alam Syarh Umdatul Ahkam, terj. Fikih
Hadits Bukhari Muslim, cet. ke 1, (Jakarta: Ummul Qura, 2013M /1434 H )
Bukhari, al-, Abi Abdillah
Muhammad bin Ismail, al-Jami’ as- Shohih, cet. ke 1, (Kairo: al- Mathba’ah as-Salafiyah, 194-256 H), jild. 3
Dardi, ad-, Ahmad, asy-Syarhu as-Shaghir, (Kairo, Darul al-Ma’arif, t.t),
jilid 2
Hanaf, al-, Abu bakar bin
mas’ud al-kasan, Bada’I ash-Shana’i Fi at- Tartib asy-Syar’i, cet. ke 2,
(Beirut, darul al-Kitab al-ilmiyah, 1986) jild 2
Jaziri, al-, Abdurrahman,
al-Fiqhu Ala Madzahibil al-Arba’ah, cet. ke 4, (Beirut, Darul al-Kitab
al-Ilmiyah, 2011 M), jild. 4
Munawwir A.W, Kamus al-Munawwir
Arab-Indonesia, cet. ke 14, (Surabaya: Pustaka Progessif, 1997 M),
Naisaburi, an-, Imam Abi al-Husain Muslim bin al-Hajaj bin Muslim
al-Qusyairi, al-Jami’ as-Shohih, (t.t , t.p, t.t.p), jild. 4
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, cet. ke 5, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976 M)
Rusyd Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, terj. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet ke 3, (Pustaka Amani, Jakarta, 1428
M/2007 M), jild. 2
Syafi’I, asy-, Imam Abi
Abdillah Muhammad bin Idris , Al-Umm, cet. ke 2, (Libanon, Darul Kutubil
Ilmiyah, 2009 M), jild. 2
Syirazi, asy-, Imam Abu Ishaq
Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Majmu’ Syarhul Muhadzab, cet. ke 2, (Beirut,
Darul Kutubil Ilmiyah, 2011 m), jild. 20
Zuhaili, az-, Wahbah, at-Tafsir
al-Munir, cet. ke 11, (Damaskus, Darul al-Fikr, 1432 H/ 2011 M), jild. 5
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=1885,
diakses pada 8 Agustus 2016, pukul 21.00 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Jasa,
diakses pada 8 Agustus 2016, pukul 21.30 WIB
[1] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. ke 5, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976 M), hlm. 157
[2] A.W.Munawwir, Kamus al-Munawwir
Arab-Indonesia, cet. ke 14, (Surabaya: Pustaka Progessif, 1997 M), Hlm 523
[3]
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=18851
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Jasa
[6]Abi Abdillah
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jami’ as- Shohih, cet. ke 1, (Kairo: al- Mathba’ah as-Salafiyah, 194-256 H), jild. 3, hlm. 359, no. hadits 5086
[7] Imam Abi al-Husain Muslim bin al-Hajaj bin Muslim al-Qusyairi
an-Naisaburi, al-Jami’ as-Shohih, (t.t , t.p, t.t.p), jild. 4, hlm. 146, no. hadits 1365
[8] Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh Alu Bassam, Taisirul ‘Alam Syarh Umdatul Ahkam, terj. Fikih Hadits Bukhari Muslim, cet. ke 1, (Jakarta: Ummul Qura, 2013M /1434 H ), hlm. 911
[9] Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir
al-Munir, cet. ke 11, (Damaskus, Darul al-Fikr, 1432 H/ 2011 M), jild. 5,
hlm. 454
[10] Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf asy-Syirazi, Majmu’
Syarhul Muhadzab, cet. ke 2, (Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah, 2011 m), jild. 20, hlm. 20
[11] Imam al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar
al-Asqalani, Fathul Bari Bisyarhil Shahih al-Bukhari, (Kairo, Darul
Hadits, 1424 H/ 2003 M), jild. 9, hlm. 148
[12] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, terj. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet ke 3, (Pustaka Amani, Jakarta, 1428 M/2007 M), jild. 2, hlm. 439
[13] Imam Abi Abdillah Muhammad
bin Idris asy-Syafi’i , Al-Umm, cet. ke 2, (Libanon, Darul Kutubil Ilmiyah,
2009 M), jild. 2, hlm, 90
[16] Imam Abi al-Husain Muslim bin al-Hajaj bin Muslim
al-Qusyairi an-Naisaburi, al-Jami’…, jild. 3, hlm. 358, no.
hadits 5085
[20] Abu bakar bin mas’ud
al-kasan al-hanaf, Bada’I ash-Shana’i Fi at- Tartib asy-Syar’i, cet. ke 2, (Beirut, darul al-Kitab
al-ilmiyah, 1986) jild 2, hlm 281
[21] Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqhu
Ala Madzahibil al-Arba’ah, cet. ke 4, (Beirut, Darul al-Kitab al-Ilmiyah,
2011 M), jild. 4, hlm. 100
If you're trying to lose pounds then you certainly have to try this brand new tailor-made keto diet.
BalasHapusTo design this keto diet, certified nutritionists, personal trainers, and top chefs have united to develop keto meal plans that are useful, suitable, cost-efficient, and delightful.
Since their first launch in early 2019, 1000's of people have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a certified keto diet can offer.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-confirmed ones given by the keto diet.