Jumat, 09 Oktober 2015

JERATAN HAWA NAFSU



عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ».
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaKetika Ramadhan datang maka dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dirantailah syetan-syetan”. (Hadits Riwayat Al-Bukhari 1899, Muslim 1079).
Kita semua pasti sudah sangat faham tentang hadits diatas, manakala Alloh membelenggu semua setan pada saat bulan Ramadhan. Namun para ulama’ berbeda pendapat menengenai maksud setetan dibelenggu pada waktu bulan Ramadhan disini, seerti yang dikatakan Al-Hafidh Ibnu Hajar menukil dari Al-Hulaimi: “ Itu mengandung makna bahwa yang dimaksud adalah syetan-syetan itu tidak mudah dalam memfitnah orang muslim sebagaimana mudahnya pada bulan lainnya karena kesibukan orang muslim dengan puasa yang di dalamnya terkekanglah syahwat, dan mereka sibuk dengan membaca Al-Qur’an, dan dzikir.
‘Iyadh menjelaskan itu mengandung makna bahwa hadits itu berdasarkan lahiriyahnya dan makna sebenarnya, itu semua adalah pertanda bagi malaikat karena masuknya Bulan Ramadhan itu, dan pengagungan kemuliaannya, dan karena tercegahnya syetan-syetan dari mengganggu orang muslim. Dan mengandung makna pula bahwa itu menjadi isyarat kepada banyaknya pahala dan ampunan, sedang syetan-syetan sedikit penyesatannya, maka jadilah mereka bagai dibelenggu. Dia berkata, makna yang kedua ini didukung sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Yunus dari Ibnu Syihab menurut Muslim: فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ pintu-pintu rahmat dibuka.
Dari penadapat ulama’ diatas kita bisa tahu bahwa pada bulan mulia ini semua orang muslim sibuk untuk lebih mendekatkan diri kepada Alloh, sehingga setan kalah dalam menggoda orang muslim. Namun disisi lain masih terdetik dalam hati untuk melakukan sebuah maksiat, walaupun itu hanya setitik maksiat yang biasa dilakukan seperti kenginan untuk mendengarkan musik, menggibah, dan beberapa dosa kecil yang terkadang kita tanpa sadar melakukan hal itu. Tidak lain itu semua karena kita masih memiliki hawa nafsu, tabiat yang melekat pada diri manusia.
Hawa nafsu dirangkai dari dua kata yakni hawa dan nafsu. Antara hawa dan nafsu adalah dua kata yang sama sekali berbeda. Kata Hawa adalah keinginan, kehendak atau hasrat. Kata hawa ini lebih identik dengan istilah syahwat. Sedangkan nafsu secara sederhana artinya adalah jiwa atau diri manusia.
Sedangkan menurut bahasa kata hawa berasal dari kata “Al Hawa” adalah Saqatha min 'ulwin (terjatuh dari atas ke bawah), al-Mailu (keinginan dan kesenangan), dan al-Hubb (cinta). Dari sini terbentuk beberapa istilah seperti 'ala hawahu (artinya menurut seleranya, cocok dengan kemauannya atau kesenangannya), Ittaba'a  hawâhu (mengikuti dan memperturutkan keinginan syahwatnya), dan Fil-Hawa (jatuh cinta atau diliputi oleh syahwatnya). Jadi istilah hawa ini lebih tepat jika disamakan dengan "syahwat".Sesuai dengan pengertiannya "hawa" atau "syahwat" inilah yang banyak menyebabkan manusia terjatuh ke derajat yang rendah.
Sedangkan nafsu menurut bahasa  pengertiannya antara lainnya adalah: an-Nafs jamaknya anfusun- wa nufûsun (artinya jiwa, diri atau ruh),  an-Nafsiyyu (artinya jiwa terdalam, batin, atau rohani), dan al-'Izz (artinya kemuliaan). Berdasarkan pengertian ini nafsu berarti jiwa yang merupakan bagian dari ruh manusia. Ia pada mulanya bersifat mulia dan bersih.
Jadi pada dasarnya nafsu dengan hawa sama sekali mempunyai arti yang sangat berbeda. Sebenarnya menjadi kurang tepat jika kita sering menyebut nafsu identik dengan hawa dan syahwat. Namun karena telah terlanjur dipakai dan malah telah dibakukan dalam bahasa Indonesia, maka istilah nafsu ini dalam benak orang Indonesia sama persis dengan syawat. Sebagaimana yang telah Alloh sabdakan:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. (QS. Yusuf:53).
Imaam Al Maawardi dalam kitab Adaabud Dunyaa wad Diin, beliau mengatakan:Hawa adalah sesuatu yang menghalangi kebaikan, terhadap akal ia bertolak belakang. Hawa adalah menghasilkan akhlaq yang buruk. Hawa menampakkan keburukan. Hawa membuat tabir kebaikan seseorang terobek. Hawa merupakan pintu masuk kejahatan.”
Ibnu Hajar Al ‘Asqolaani dalam kitab Fathul Baari menjelaskan bahwa “Hawa” adalah apa-apa yang dicintai oleh jiwa, dan syahwat sangat merasakan lezatnya, meskipun itu menyelisihi kebenaran dan keadilan. Sampai-sampai ia buta dan tidak peduli apakah perbuatannya itu benar atau salah. Meskipun itu perbuatan dzolim, tetap dilakukannya. Orang yang demikian itu adalah pengikut hawa nafsu.
Dari sekian pengertian kita pasti sudah sangat tahu bahwa mengikuti hawa nafsu dapat mendorong kepada sesuatu yang dikehendakinya. Dia akan berada pada jalur yang benar bila dikendalikan dengan lurus, namun sebaliknya bila tidak mampu untuk mengendalikan maka hawa nafsu merupakan sumber dari kesengsaraan. Maka berikut langkah-langkah agar selamat dari jeratan hawa nafsu:
1.      Menyadari bahwa nafsu adalah dinding pagar yang mengitari jahanam
Karena jika seseorang sudah menuruti hawa nafsu berarti seseorang tersebut telah terseret ke neraka jahanam. Bahkan terkadang seseorang tidak menyadari bila telah menuruti hawa nafsunya. Seperti yang dikataka Fudhail bin ‘Iyadh: Barangsiapa yang mengikuti nafsu dan menuruti syahwatnya maka terputuslah tali taufik dari dirinya.”
2.      Memanjakan hawa nafsu berarti merusak akal dan fikirannya, dan itu berarti mengkhianati Alloh dalam hal penggunaan akal.
Muhammad bin Abdul Wardah berkata: “Sesungguhnya Allah mempunyai satu hari, siapa yang tunduk kepada nafsunya tidak akan bisa selamat dari siksaan-Nya. Di antara orang-orang yang jatuh dan tidak bisa bangkit pada hari kiamat ialah orang yang tunduk kepada nafsunya.”
3.      Menyadari bahwa dengan menentang hawa nafsu akan menghasilkan kekuatan tubuh, hati, dan lidah manusia.
Mu’awiyah berkata: “Memerangi hawa nafsu lebih berat dan lebigh hebat dari pada memerangi orang kafir”. Maka dengan meentang hawa nafsu dapat melindungi semua penyakit terutama penyakit hati.
4.      Menyadari bahwa tidak ada satupun hari yang berlalu melainkan nafsu akan saling bergelut didalam diri orang yang bersangkutan.
5.      Menyadari bahwa hawa nafsu diciptakanbukan untuk kepentingan nafsu, tetapi untuk sesuatu urusan yang besar yang tidaj bisa dicapai kecuali dengan menentangnya.
Sesungguhnya Alloh menjadikan kesalahan dan mengikuti hawa nafsu dua hal yang berdampingan dan menjadikan kebenaran dan menentang hawa nafsu sebagaimana yang dikatakan oleh sebaian salaf: “jika ada masalah yang rumit engkau pecahkan, engkau tidak tahu mana yang benar, maka tinggalkanlah yang lebih dekat kepada nafsumu, karena sesuatu yang dekat dengan kesalahan ialah yang mengikuti hawa nafsu.”
6.      Memiliki hasrat yang kuat untuk melawan hawa nafsunya sehingga timbul kecemburuan yang amat sangat terhadap dirinya sendiri jika melakukan kemaksiatan.
7.      Melibatkan hati dalam mempertimbangkan akibat hawa nasfusehingga dia bisa mengetahui seberapa banyak hawa nafsu itu meloloskan ketaatan dan berapa banyak hawa nafsu mendatangkan kehinaan.
8.      Memikirkan apa yang dituntut oleh jiwanya, lalu berkata kepada akal dan agamanya, yang nantinya akan mengabarkan bahwa apa yang dituntut tidak berarti apa-apa.
Abdullah bin Ma’ud berkata:“Jika salah seorang diantara kalian tertarik kepada seorang wanita, maka hendaklah dia mengingat-ingat keburukannya”
9.      Kebanggan dapat menundukkan dan menakhlukkan musuhnya.
Sebagaimana dalam firman Alloh:
وَلاَ يَطَؤُونَ مَوْطِئاً يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلاَ يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَّيْلاً إِلاَّ كُتِبَ لَهُم بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”. (QS. At-Taubah;120)
Dari beberapa langkah untuk menundukkan hawa nafsu diatas kita bisa memperbaiki amalan kita pada bulan mulia ini. Semoga kita tidak termasuk orang yang melewati bulan mulia ini dengan sia-sia karena masih tunduk terhadap hawa nafsu. Semoga Alloh senantiasa membimbing kita dalam jalanNya yang lurus. Wallahu’alam bish shawab...







Tidak ada komentar:

Posting Komentar